Infak Seikhlasnya di SDN Ibu Jenab 1 Cianjur, Orang Tua Bingung, Sekolah Minta Duduk Bareng.

  • Bagikan

CIANJUR KOTA | INICIANJUR.COM – Di SDN Ibu Jenab 1 Cianjur, suasana belajar boleh jadi tenang, tapi di grup WhatsApp wali murid, situasinya mendidih bak wajan gorengan pas Ramadan. Penyebabnya, Bukan PR Matematika atau nilai rapor, tapi infak.

Ya, infak yang katanya “seikhlasnya”, tapi angkanya bikin kantong nyesek, mulai dari Rp100 ribu untuk pembangunan pagar hingga kisaran Rp700 ribu sampai Rp1,5 juta buat kursi dan meja alias mebeler. Kalau uang sebanyak itu, kalau ditukar sama bakso, bisa buat traktir satu RT.

Salah satu wali murid, yang memilih jadi “agen rahasia” karena ogah disebut namanya, mengaku diminta tanda tangan surat pernyataan kesediaan membayar.

“Bangkunya katanya Rp700 ribu, ditambah infak ‘seikhlasnya’ Rp800 ribu, ya jadinya ‘seikhlasnya dipatok’ Rp1,5 juta,” curhatnya sambil geleng-geleng kepala, mungkin sambil hitung cicilan motor juga.

Kepala Sekolah SDN Ibu Jenab 1, Ihat Solihat, menanggapi kabar tersebut dengan gaya adem dan kalem. Menurutnya, masukan orang tua adalah vitamin buat manajemen sekolah.

“Alhamdulillah, itu tandanya orang tua perhatian. Mungkin memang saya kurang detail menyampaikan maksudnya,” ujar Ihat, yang terlihat lebih tenang dari wali murid yang sudah nyicil kursi, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Jumat (1/8/25).

Menurut Ihat, kebutuhan meja dan kursi itu bukan karena ikut-ikutan tren interior, tapi karena memang jumlah siswa dan kursi sudah nggak matching. Malah, kursi dari kelas 1 pindah ke kelas 3, lalu kelas 3 pindah ke kelas 4 kayak main kursi putar, cuma nggak ada musiknya.

“Ini murni kebutuhan mendesak. Bukan buat gaya-gayaan,” tegasnya.

Bukan cuma soal duduk, anak-anak juga butuh tempat bermain. Karena itulah, pembangunan pagar jadi prioritas. Kata Pak Kepsek, lahan di sisi barat sekolah yang selama ini jadi parkiran nganggur, rencananya akan disulap jadi arena bermain. Tapi ya itu pakai biaya.

“Tidak ada bantuan pemagaran dari pemerintah tahun ini. Jadi, kami inisiatif ajak kolaborasi dengan orang tua,” katanya, masih dengan nada diplomatis penuh kasih sayang.

Tapi, tenang. Ihat memastikan, nggak ada paksaan. Infak boleh Rp300 ribu, Rp100 ribu, bahkan nol rupiah juga sah-sah saja. “Yang penting ngobrolnya terbuka,” ucapnya

Mungkin buat sebagian orang tua, angka iuran ini terdengar seperti biaya kursus privat bahasa alien. Tapi dari sisi sekolah, ini soal gotong royong membangun lingkungan belajar yang nyaman.

Dan siapa tahu, kursi baru itu nanti bukan cuma jadi tempat duduk anak-anak, tapi juga tempat mereka menulis mimpi, merangkai masa depan. (Sentimen plus dikit, biar adem suasananya.)

Sekolah pun membuka pintu selebar-lebarnya untuk diskusi. “Orang tua silakan datang ke sekolah atau hubungi saya langsung. Kita duduk bareng, kalau belum ada kursinya, ya berdiri dulu enggak apa-apa,” ujar Ihat sambil tersenyum.

Drama infak ini jadi pengingat bahwa antara sekolah dan orang tua harus saling paham. Infak memang bisa jadi sensitif, apalagi kalau masuknya lewat grup WhatsApp yang penuh emot dan typo. Tapi kalau duduk bareng sambil minum teh, mungkin semua bisa lebih jernih.

Toh, niatnya sama, demi anak-anak belajar lebih nyaman. Jadi, yuk, duduk bareng di kursi baru yang belum lunas.***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *