CIANJUR | INICIANJUR.COM – Dunia pendidikan selalu punya cerita menarik. Ada kisah perjuangan, ada juga kisah penuh tanda tanya. Salah satunya datang dari selatan Cianjur, di mana PKBM Bintang Madani mendadak jadi bahan perbincangan hangat.
Bukannya karena prestasi siswa atau inovasi belajar, tapi karena kabar bahwa lembaga ini terlalu kreatif mengelola data dan dana.
PKBM yang berdiri di Kampung Gugunungan, Desa Kertajati, Kecamatan Cidaun, itu disebut-sebut mendaur ulang 71 nama siswa lama yang sebenarnya sudah lulus SMA/SMK menjadi peserta aktif baru. Alasannya? Entahlah, tapi angka Rp1.830.000 per siswa mungkin cukup menjelaskan.
Coba hitung-hitungan ringan:
Rp1.830.000 × 71 siswa = Rp129.930.000 per tahun.
Kalikan dua tahun (2023–2024), hasilnya Rp259.860.000.
Tambahkan tahap awal 2025 sebesar Rp64.965.000. Totalnya menggemaskan: Rp324.825.000.
Jumlah itu bukan uang receh yang bisa jatuh dari saku tanpa sengaja. Kalau benar terjadi, uang itu bisa membiayai ratusan anak belajar sungguhan, bukan sekadar jadi nama di lembar Dapodik.
Baca juga :
Salah satu sumber menyebut, banyak dari siswa yang namanya tercantum sudah punya ijazah resmi. “Itu data daur ulang, bukan siswa aktif. Tapi dipakai supaya dana tetap mengalir,” ucapnya sambil tersenyum getir.
Masalahnya, permainan data semacam ini tidak berhenti di angka. Beberapa siswa justru kesulitan mendaftar ke universitas karena sistem masih menganggap mereka siswa PKBM aktif. Bayangkan, sudah lulus, tapi data bilang “belum move on”.
Beberapa pemerhati pendidikan di Cianjur ikut bersuara. Mereka mengingatkan bahwa dana BOP bukan untuk mempercantik laporan keuangan, tapi untuk memperbaiki nasib bangsa.
“Kalau uang rakyat malah muter di data fiktif, kita belajar apa dari pendidikan,” sindir salah satu aktivis lokal.
Saat dikonfirmasi, Kepala PKBM Bintang Madani, Abdul Muti Husni, membantah tudingan tersebut. Ia bahkan menilai media bersikap arogan karena merasa belum dikonfirmasi. Padahal, bukti percakapan WhatsApp menunjukkan tim media sudah membuka ruang dialog dengan cara yang baik
Kini, masyarakat menunggu langkah Dinas Pendidikan Cianjur dan Inspektorat Daerah. Apakah mereka akan membiarkan data lama terus mengalirkan dana baru, atau justru menutup kran kebocoran dengan tindakan tegas.
Sebab, kalau uang pendidikan bisa “bersekolah” di rekening yang salah, mungkin yang benar-benar butuh belajar bukan hanya siswa tapi juga para pengelolanya.***