Jeritan dari Kaki Gunung Siang, Ketika Tambang Pasir Mengusik Kehidupan Warga

  • Bagikan

Lokasi Tambang Di Desa Mulyasari

IniCianjur.com – Di kaki Gunung Siang, suara alam tak lagi menjadi satu-satunya irama yang terdengar. Deru mesin penggali dan lalu lalang truk tambang kini mendominasi udara, mengganggu ketenangan warga Kampung Masigit RT 06/03, Desa Mulyasari, Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur. Di sanalah, puluhan warga menumpahkan keresahan mereka lewat aksi demonstrasi damai, Jumat (18/7/2025).

Abah Aceng (60), salah satu sesepuh kampung, berdiri tegak di antara kerumunan warga. Wajahnya yang keriput menyiratkan kekhawatiran mendalam. Bagi Abah, gunung bukan sekadar tumpukan tanah dan batu, tapi adalah sumber kehidupan.

“Kalau air dari mata air habis, mau minum dari mana, Kalau angin makin kencang karena pepohonan ditebang, siapa yang jamin rumah kami aman?. Kami hidup dari alam ini, bukan melawan dia,” tutur Abah lirih, sambil menunjuk ke arah lereng Gunung Siang yang kini mulai tampak terkikis.

Aksi yang dilakukan warga bukan sekadar penolakan, tetapi juga panggilan hati. Mereka tidak menolak kemajuan, namun mendambakan kehati-hatian. Mereka khawatir, jika eksploitasi terus berlanjut tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, maka bencana hanya tinggal menunggu waktu.

Sementara itu, di sisi lain pagar tambang, Arif Rachman, Direktur Operasional CV Indi Pasir mengaku, bahwa perusahaannya telah memiliki izin resmi dari provinsi untuk eksplorasi dan produksi batuan. Ia juga menegaskan, pihaknya sudah membayar pajak dan tengah menyiapkan sumur bor sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada warga.

“Kami tidak menutup mata terhadap keluhan. Kami sudah turun langsung untuk berdiskusi soal titik sumur bor, tapi kami ingin menggunakan tanah wakaf, bukan pribadi, agar semua bisa pakai,” ujar Arif.

Namun pernyataan tersebut tak cukup menenangkan warga. Suara keraguan tetap bergema di kampung kecil itu. Apalagi, Analis Pertambangan Cabang Dinas Cianjur I, Aris Firmansyah, menyebutkan bahwa CV Indi Pasir memang memiliki Izin ECPB yang terbit pada Oktober 2023, tetapi belum mengantongi dokumen persetujuan lingkungan yang menjadi syarat utama dalam aturan Surat Perintah Bekerja (SPB).

“Kalau belum punya persetujuan lingkungan, maka tidak boleh ada kegiatan penambangan. Itu sudah pelanggaran,” tegas Aris.

Di tengah kabut pagi dan tanah merah yang mulai mengelupas, suara-suara warga Gunung Siang masih menggema. Mereka tidak ingin tanah kelahiran mereka menjadi saksi bisu dari kelalaian dan pembiaran. Mereka hanya ingin hidup berdampingan dengan alam bukan bertarung dengannya setiap hari.***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *